Senin, 23 November 2020

Participatory Culture

Hai Saya Dani Nur Adheanto,,,  Di sini saya akan menjelaskan budaya partisipatif kita lanjut saja langsung ke materinya

            Budaya partisipatif ialah konsep yang berlawanan dengan budaya konsumen - dengan kata lain budaya dimana individu pribadi (publik) tidak bertindak sebagai konsumen saja, tetapi juga sebagai kontributor atau produsen ( prosumers ). Kemajuan teknologi baru-baru ini (kebanyakan komputer pribadi dan Internet) telah memungkinkan orang-orang pribadi untuk membuat dan menerbitkan media semacam itu, biasanya melalui Internet. Karena teknologi sekarang memungkinkan bentuk baru ekspresi dan keterlibatan dalam wacana publik, budaya partisipatif tidak hanya mendukung kreasi individu tetapi juga hubungan informal yang memasangkan siswa dengan para ahli. Budaya baru yang berkaitan dengan Internet ini disebut sebagai Web 2.0.  Dalam budaya partisipatif, "orang muda secara kreatif menanggapi sejumlah besar sinyal elektronik dan komoditas budaya dengan cara yang mengejutkan pembuatnya, menemukan makna dan identitas yang tidak pernah dimaksudkan untuk berada di sana, dan menentang nostrum sederhana yang meragukan manipulasi atau kepasifan" konsumen. "

               Budaya partisipatif sudah ada lebih lama dari Internet. Kemunculan Asosiasi Pers Amatir di pertengahan abad ke-19 adalah contoh budaya partisipatif sejarah; pada saat itu, anak muda sedang mengetik dan mencetak publikasi mereka sendiri. Publikasi ini dikirim melalui jaringan orang dan menyerupai apa yang sekarang disebut jaringan sosial. Evolusi dari zine , acara radio, proyek grup, dan gosip menjadi blog, podcast, wiki, dan jejaring sosial telah sangat memengaruhi masyarakat. Dengan layanan web seperti eBay , Blogger , Wikipedia , Photobucket , Facebook , dan YouTube, tidak heran jika budaya menjadi lebih partisipatif. Implikasi dari pergeseran bertahap dari produksi ke produsage yang mendalam, dan akan mempengaruhi inti dari budaya, ekonomi, masyarakat, dan demokrasi

Keterlibatan masyarakat secara partisipatif dalam proses pembangunan teknologi, terus berkembang untuk jalannya komunikasi, kolaborasi, dan ide - ide, itu juga menimbulkan peluang baru bagi masyarakat untuk membuat konten mereka sendiri. Hambatan seperti waktu dan uang mulai menjadi kurang signifikan terhadap kelompok besar masyarakat. Misalnya, pembuatan film dibutuhkan sekali dana dalam jumlah besar peralatan mahal, tapi sekarang klip video dapat dibuat dengan peralatan yang terjangkau untuk banyak orang. Kemudahan yang konsumen ciptakan telah tumbuh.

Contohnya dari Participatory culture adalah Smartphone merupakan salah satu contoh yang memadukan unsur interaktivitas, identitas, dan mobilitas. Mobilitas smartphone menunjukkan bahwa media tidak lagi terikat oleh ruang dan waktu yang dapat digunakan dalam konteks apapun. Teknologi terus berkembang ke arah ini karena semakin digerakkan oleh pengguna dan tidak terlalu terbatas pada jadwal dan lokasi, misalnya, perkembangan film dari bioskop ke tontonan rumah pribadi, hingga sekarang smartphone yang dapat ditonton kapan saja dan di mana saja. Ponsel cerdas juga meningkatkan budaya partisipatif dengan meningkatkan tingkat interaktivitas. Alih-alih hanya menonton, pengguna secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan, menavigasi halaman, menyumbangkan konten mereka sendiri, dan memilih tautan apa yang akan diikuti. Ini melampaui tingkat interaktivitas "keyboard", di mana seseorang menekan tombol dan huruf yang diharapkan muncul, dan menjadi aktivitas yang agak dinamis dengan opsi-opsi baru yang terus-menerus dan pengaturan yang berubah, tanpa formula yang ditetapkan untuk diikuti. Peran konsumen bergeser dari penerima pasif menjadi kontributor aktif. Ponsel cerdas melambangkan hal ini dengan pilihan dan cara yang tak ada habisnya untuk terlibat secara pribadi dengan berbagai media pada saat yang sama, dengan cara nonlinear.

Smartphone juga berkontribusi pada budaya partisipatif karena cara mengubah persepsi tentang identitas. Seorang pengguna dapat bersembunyi di balik avatar, profil palsu, atau diri yang diidealkan saat berinteraksi dengan orang lain secara online. Tidak ada pertanggungjawaban untuk menjadi yang dikatakan orang. Kemampuan untuk masuk dan keluar dari peran mengubah efek media pada budaya, dan juga pengguna itu sendiri.Sekarang orang tidak hanya menjadi peserta aktif dalam media dan budaya, tetapi juga imajinasi mereka sendiri.

 

Sumber :

https://en.wikipedia.org/wiki/Participatory_culture

http://saraahputi.blogspot.com/2015/12/mobilitas-interaktivitas-dan-identitas.html

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Teori Komputasi dan Implementasi Teori Komputasi di Bidang Ekonomi

1. Sejarah Teori Komputasi         Teori komputasi bisa dijadikan penciptaan sebuah model dari seluruh bidang ilmu komputer. Maka, matematik...